Dalam berbagai kasus, orang pintar (IQ tinggi) cenderung menjadi pengganggu bagi keharmonisan lingkungan kerja. Mereka ini memiliki kecederungan untuk tidak mempercayai hasil pekerjaan orang lain dan lebih bersifat eksklusif. Karena menyadari akan kelebihannya maka mereka ini memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan seolah-olah tidak membutuhkan kontribusi rekan kerjanya. Kontribusi yang diberikan oleh rekan kerjanya acapkali diabaikan. Namun hal ini bukan berarti orang pintar semuanya demikian, artinya bersifat kasuistis dan kecenderungannya seperti itu. Ini lah yang disebut oleh para ahli memiliki IQ tinggi tapi EQ rendah.
Dalam dunia kerja peranan IQ dan EQ adalah sama pentingnya dan antara satu dengan yang lain adalah pelengkap tidak dapat tergantikan satu sama lain. Idealnya adalah IQ tinggi dan EQ tinggi. Lalu dimana kontribusi IQ sesungguhnya. IQ merupakan kecerdasan intelektual atau banyak memiliki aspek akademik. Aspek-aspek IQ antara lain adalah kemampuan verbal, kemampuan angkawi, daya tanggap, kemampuan berpikir dan daya ingat.
Aspek-aspek di atas sangat diperlukan ketika seseorang melakukan pekerjaan. Sebagai ilustrasi, seorang akuntan dituntut mempunyai kemampuan angkawi dan ketelitian agar ia dapat mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Daya tanggap dan daya ingat juga dibutuhkan terutama pada saat seseorang pertama kali memasuki lingkungan kerja yang baru. Untuk melakukan adaptasi terhadap pekerjaan barunya secara cepat maka ia harus cepat belajar dan mengingat-ingat apa saja instruksi dari atasannya, corporate conduct dan prosedur kerja. Jika aspek-aspek ini lemah maka dampak secara langsung akan dirasakan oleh para rekan kerja dan secara tidak langsung operasional perusahaan terganggu, produktifitas menurun dan kualitas yang rendah. Dari uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa IQ diperlukan manusia dalam hubungannya dengan hal-hal yang bersifat teknis (non-personal).
Selain itu dalam konteks pengembangan SDM, orang yang memiliki IQ relatif rendah berpotensi untuk ditingkatkan skill dan ketrampilannya baik itu sesuatu yang baru ataupun peningkatan terhadap apa yang ada. Training dan development terhadap SDM lebih memungkinkan dilaksanakan pada karyawan yang mempunyai IQ lebih tinggi. Dari perspektif perusahaan sebagai employer, maka dapat dimaklumi bahwa perusahaan tidak akan merekrut karyawan yang sulit untuk diberikan dan memahami sebuah instruksi. Mengapa ? Karena perusahaan harus melakukan supervisi terhadap karyawan tersebut. Padahal dalam beberapa kasus supervisi yang memadai ekivalen dengan cost (baik materi, waktu maupun energi).
EQ mempunyai kontribusi terhadap hal-hal yang bersifat personal. Mengapa hal ini penting ? Karena manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yang mempunyai tingkat interaksi tinggi dengan yang lain. Dalam dunia kerja, EQ berperan dalam kemampuan komunikasi, empati dan sensitifitas terhadap orang lain baik dengan atasan, sesama rekan kerja maupun dengan bawahan. Mereka yang ber-EQ tinggi cenderung disukai oleh orang lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa karir seseorang di dunia kerjanya saat ini masih banyak diwarnai oleh unsur subyektif, like and dislike. Kalau kita tidak disukai oleh orang lain jangan berharap banyak tentang karir kita. Cepat atau lambat kita akan 'disingkirkan' atau lebih halus terisolasi. Sebaliknya, jika kita disukai maka akan banyak dukungan terhadap kita.
EQ memiliki sifat yang berbeda dengan IQ. EQ dapat dilatih dan ditingkatkan melalui berbagai macam jenis pelatihan dan peningkatan tersebut mungkin sekali terjadi secara signifikan. Selain itu pengalaman juga dapat menjadi salah satu jenis pelatihan yang alami bagi kecerdasan emosi seseorang. Melalui pengalaman - baik atau buruk - selama ia dapat menjadikannya sebagai hikmah maka itu akan sangat berguna bagi kecerdasan emosinya. Namun sangat jarang bagi kita untuk mampu menarik pelajaran dari apa yang pernah terjadi dalam diri kita. Terutama pengalaman buruk, kita cenderung untuk mencari kambing hitam dengan menyalahkan keadaan atau orang lain daripada mencari hikmah di balik pengalaman buruk tersebut.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa IQ tidak dapat ditinggalkan. Ada quote yang menarik yaitu "in the corporate world, IQ gets you hired, but EQ gets you promoted." Dalam dunia perusahaan, IQ-lah yang membuat kita diterima bekerja tetapi EQ-lah yang membuat kita menaiki jenjang karir. Mengikuti trend memang baik akan tetapi kita harus lebih bijaksana terhadap trend tersebut. Latah ikut-ikutan tanpa mengetahui arti dan tujuan masing - masing peranan dan kontribusi IQ dan EQ tidaklah membuat organisasi perusahaan menjadi lebih baik melainkan dapat mengakibatkan kontra produktif.
Nah sekarang terserah apa pilihan kita ? IQ atau EQ ?