Long-life Learning

Manusia memiliki naluri yang bersifat idle curiosity, yang berarti selalu ingin tahu terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya. Sehingga kita mengenal konsep long-life learning sebagai jawaban atas kebutuhan manusia yang selalu haus akan pengetahuan. Otak manusia adalah organ sangat penting sebagai pusat pengelolaan pengetahuan. Sebagaimana sebuah komputer yang maha canggih, otak manusia membutuhkan program – program sebagai input yang harus di-install. Ketika kita mendidik anak – anak kita yang masih balita, pada saat itu pula kita meng-install program kepada mereka. Tentu saja pada saat meng-install tersebut, kita berusaha untuk mengajarkan yang terbaik untuk mereka. Misalnya. kita memprogram anak – anak kita untuk bersikap sopan santun, berbuat baik, bahkan kita juga melarang mereka untuk tidak bermain – main dengan api ataupun berdekatan dengan air panas. Lalu bagaimana program tersebut dapat di-install. ? Otak menyerap program melalui panca indera kita yaitu, pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan (telinga, mata, hidung, lidah dan kulit).

Sebagaimana telah disebutkan di atas, sifat idle curiosity akan tetap selalu ada. Otak kita akan selalu tetap menyerap program melalui panca indera. Namun sayangya saat ini panca indera kita lebih banyak menyerap program – program yang bersifat negatif. Tayangan yang kita tonton di televisi, berita yang kita baca di media massa dan acara yang kita dengar di radio lebih banyak dikuasai oleh hal – hal yang negatif. Pembunuhan, perampokan, mogok, demonstrasi, perkosaan dan kekerasan adalah hal – hal negatif yang pasti kita temukan setiap hari. Drama sinetron lebih banyak menonjolkan skenario mengenai perselingkuhan dan pergaulan bebas sehingga kita tidak menyadari bahwa otak kita menyerap informasi negatif tersebut dan memprogramnya ke dalam pikiran kita sehingga akhirnya akan berpengaruh dalam perilaku kita sehari – hari. Oleh karena itu saat ini banyak orang cenderung mengutamakan ‘otot’ daripada hati nurani sekalipun mereka adalah orang – orang yang berpendidikan.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menghindari hal – hal negatif tersebut ? Tentu saja tidak bijaksana kalau kita harus mengisolasi diri dari media. Informasi – informasi negatif harus diimbangi dengan program – program positif. Pendidikan non-formal merupakan sarana yang dapat dimanfaatkan untuk keseimbangan tersebut. Pelatihan, seminar dan workshop asalkan bertema positif akan sangat bermanfaat bagi kita. Selain mendapatkan pengetahuan dari topik tersebut, manfaat yang dapat kita peroleh adalah bahwa kita berada dalam lingkungan orang – orang yang positif atau ingin menuju positif. Dengan berada dalam lingkungan tersebut, maka pola pikir atau perspektif pandangan kita dapat berubah. Kita dapat memandang segala sesuatu lebih bijaksana dan lebih objektif.

Dengan mengikuti pelatihan dan seminar, wawasan kita pun dapat berkembang. Rutinitas sehari – hari terkadang membuat kita terjebak di dalamnya. Ingatkah kita akan cerita tentang penebang pohon yang makin lama semakin menurun dalam menghasilkan jumlah pohon yang ditebangnya ? Ia terjebak dalam berusaha menebang pohon lebih banyak dengan bekerja lebih awal dan selesai paling akhir. Sehingga jam kerjanya menjadi lebih panjang daripada sebelumnya. Namun pada akhirnya ia menyadari bahwa ia lupa mengasah alatnya yaitu kapak yang digunakan untuk menebang pohon. Itulah sebabnya pohon yang dihasilkan semakin sedikit karena kapak menjadi semakin tumpul. Otak kita adalah ‘kapak’ dalam cerita itu. Otak juga perlu diasah melalui install dengan program – program yang positif.